Jakarta, LayarNarasi.com – Pemerintah pusat mulai melakukan penyelidikan mendalam terkait gelondongan kayu yang terseret banjir besar di beberapa wilayah Sumatera. Fenomena tersebut menimbulkan dugaan adanya aktivitas pembalakan liar atau pengelolaan hutan yang tidak sesuai aturan. Untuk mengungkap asal-usul tumpukan kayu yang mencemari sungai dan merusak infrastruktur, pemerintah kini mengandalkan teknologi citra satelit sebagai alat utama pemantauan. Citra satelit nilai mampu memberikan gambaran luas dan menyeluruh tentang perubahan tutupan lahan, aktivitas penebangan di kawasan hutan, hingga kemungkinan adanya jalur pembalakan ilegal yang sulit terpantau oleh petugas lapangan.
Data dari satelit resolusi tinggi juga memungkinkan investigasi lakukan lebih cepat, presisi, dan minim bias. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa tim analisis ruang kini memetakan area hulu sungai yang terdampak banjir. Pemantauan fokus pada titik-titik yang menunjukkan bekas tebangan, perubahan kontur tanah, susutnya vegetasi, serta potensi longsor yang perparah oleh pembukaan lahan.
“Peristiwa banjir tentu dipengaruhi curah hujan, tetapi temuan gelondongan dalam jumlah besar tidak bisa abaikan begitu saja. Kami harus memastikan apakah kayu tersebut berasal dari hutan produksi, kawasan konservasi, atau justru dari aktivitas ilegal,” ujar seorang pejabat KLHK.
Pemantauan Lapangan Diperkuat
Selain menggunakan citra satelit, pemerintah juga menurunkan tim gabungan yang terdiri dari KLHK, kepolisian, dan pemerintah daerah untuk melakukan identifikasi kayu di lapangan. Setiap gelondongan yang temukan akan periksa jenisnya, asal wilayahnya, dan apakah memiliki tanda resmi dari sistem peredaran kayu nasional. Investigasi ini menjadi penting karena gelondongan yang terbawa banjir bukan hanya menandai kerusakan hutan, tetapi juga memperparah dampak bencana. Banyak jembatan, tanggul, dan rumah warga rusak karena hantaman kayu berukuran besar. Di beberapa lokasi, tumpukan gelondongan bahkan menyumbat aliran sungai sehingga mempercepat luapan air.
Para ahli lingkungan menilai bahwa penggunaan citra satelit merupakan langkah tepat, mengingat luasnya kawasan hutan di Sumatera dan sulitnya akses menuju daerah yang terjal. Dengan teknologi tersebut, pemerintah dapat menelusuri pola penebangan dari waktu ke waktu, memeriksa aktivitas perusahaan, hingga mendeteksi area pembukaan lahan yang mengikuti pola curiga. Selain itu, pemanfaatan data satelit juga memungkinkan investigasi lakukan tanpa harus menunggu laporan dari lapangan. Tim pusat bisa langsung melihat titik-titik anomali yang cocok dengan lokasi temukannya gelondongan. Jika terdapat bukti pembalakan liar, pemerintah dapat menindak perusahaan atau kelompok tertentu secara cepat.
Dorongan Penegakan Hukum dan Pemulihan Lingkungan
Kasus gelondongan terbawa banjir ini menjadi pengingat bahwa pemulihan ekosistem dan pengawasan kawasan hutan harus perkuat. Pemerintah menyatakan siap mengambil langkah tegas apabila investigasi nanti menemukan adanya pelanggaran, baik oleh perusahaan maupun pelaku individu. Di sisi lain, organisasi lingkungan mendesak adanya rehabilitasi hutan yang rusak serta peningkatan pengawasan rutin melalui satelit dan patroli gabungan.
Mereka menilai bahwa kombinasi teknologi dan pengawasan manual adalah cara paling efektif untuk mencegah bencana serupa terulang. Dengan proses penyelidikan yang kini berjalan, masyarakat menantikan hasil resmi pemerintah mengenai asal-usul gelondongan tersebut. Apakah berasal dari aktivitas legal atau praktik pembalakan liar, hasil investigasi ini yakini akan menjadi dasar penting dalam memperbaiki tata kelola hutan di Sumatera.